Selamat Datang Di Blog Coretan Azzalea Semoga Bermanfaat

Google

Jumat, 16 Mei 2014

Lukisan Darah di Papua Sejak Jaman Prasejarah

Mengunjungi Kokas, Kabupaten Fakfak, Papua Barat, laksana mengunjungi sebuah kota tua. Di wilayah distrik ini terdapat situs kuno yang menyimpan keajaiban dengan misteri di dalamnya.
Salah satu situs kuno yang terkenal di Kokas adalah lukisan di tebing bebatuan terjal. Oleh masyarakat setempat, tebing bebatuan terjal ini biasa disebut Tapurarang. Di Distrik Kokas kekayaan peninggalan sejak zaman prasejarah ini bisa dijumpai di Andamata, Fior, Forir, Darembang, dan Goras.


Lantas, apa keunikan lukisan berupa gambar telapak tangan manusia dan binatang di dinding tebing tersebut? Meski sudah berabad-abad lamanya, lukisan yang dibuat dengan pewarna dari bahan-bahan alami tersebut masih tetap terlihat jelas hingga saat ini. Warna merah pada lukisan tebing ini juga menyerupai warna darah manusia. Oleh karenanya masyarakat setempat juga sering menyebut lukisan tersebut sebagai lukisan cap tangan darah.
Bagi masyarakat setempat, lokasi lukisan tebing ini merupakan tempat yang disakralkan. Mereka percaya lukisan ini adalah wujud orang-orang yang dikutuk oleh arwah seorang nenek yang berubah menjadi setan kaborbor atau hantu yang diyakini sebagai penguasa lautan paling menakutkan. Nenek ini meninggal saat terjadi musibah yang menenggelamkan perahu yang ia tumpangi.


Dari seluruh penumpang di perahu itu, hanya nenek ini yang meninggal. Konon tak ada satu pun penumpang di atas perahu yang berusaha membantu sang nenek untuk menyelamatkan diri. Merasa sakit hati, arwah nenek yang telah berubah menjadi setan kaborbor mengutuk seluruh penumpang perahu yang berusaha menyelamatkan diri di atas tebing batu. Karena kutukan tersebut seluruh penumpang dan hasil-hasil laut yang dibawa seketika berubah menjadi lukisan tebing.
Di lokasi lukisan tebing ini Anda juga bisa menyaksikan kerangka-kerangka tulang manusia. Kerangka ini dipercaya merupakan kerangka leluhur atau nenek moyang masyarakat Kokas. Pada zaman dahulu masyarakat di sini memiliki kebiasaan meletakkan jasad leluhur yang meninggal di tebing batu, gua, tanjung ataupun di bawah pohon besar yang dianggap sakral.